Masuk hutan bagi seseorang yang membidanginya, bukan hal yang asing lagi. Namun pengalaman kali ini (di wilayah hutan Purukcahu) membuat saya tidak habis pikir. Pengalaman dan pemikiran singkat berikut saya pilah menjadi tiga bagian : (1) P.33/Menhut-II/2009, (2) pengalaman lapangan dan (3) hati yang tergugah
A. P.33/Menhut-II/2009 (Hutan Alam); Beberapa aturan yang masih mengganjal a.l. :
1. secara umum P.33/Menhut-II/2009 :
a. lebih sesuai untuk penelitian dan bukan untuk kerja perusahaan (kecuali perusahaan secara tak langsung dijadikan balai penelitian bayangan).
b. agaknya seperti Amdal, tapi setelah ditelaah lebih lanjut ternyata tidak juga. Karena hanya tanah (tekstur) yang menjadi perhatian, sedangkan fauna dan air (sungai) tidak diperhatikan. Berarti bukan Amdal, tapi dikatakan “menyeluruh” ternyata tidak juga. Sifat menyeluruhnya kepalang tanggung.
2. Data tekstur (hal.20-21) untuk membuat peta tektur tanah. Bagaimana pengambilan samplenya, analisisnya? Tidak jelas!!. Ada baiknya, rekaman data tekstur tanah dipisahkan/dikeluarkan dari IHMB. Karena kalau dipaksaan tetap tidak akurat. Apapun alasannya pasti menggunakan sistim prediksi.
3. Satu (1) regu = 6 orang masih wajar untuk lapangan datar. Pada ha.6 ditulis “sekurang-kuranya”. Dalam kenyataannya sukar untuk lebih dari 6 orang; bila lebih berarti ada bertambahan biaya. Tapi untuk wilayah yang berbukit dan bergunung (istilah saya : gunungnya ba-lipat2), apalagi dengan cara flying camp sangat memberatkan. Lebih layak 1 regu sekitar 8 s/d 10 orang (pemikiran kami setelah dari lapangan).
4. Pemidahan plot (hal.18-19) hanya diuraikan bila ditemukan sungai. Bagaimana bila ditemukan gunung batu. Misalnya Gunung Bondang di Prop. Kalimantan Tengah. Perlu ditambahkan bila ditemukan "gunung batu" atau lainnya dengan solusi apakah dipindahkan atau tidak dibuat plot pada rancangan awal.
5. Tongkat bantu sepanjang 5,5 meter (dapat dipanjangpendekan) (hal.67). Ini sebenarnya mempersulit kerja di lapangan dan lebih sesuai untuk penelitian. Apakah pengukuran tinggi dengan clinometer tanpa tongkat bantu tsb kurang akurat? Relative. Teori OK, tapi pelaksanaannya lihat saja!!!. Memang aku tahu bahwa rumus tsb mengabaikan jarak lapangan.
B. Pengalaman lapangan;
Pengalaman yang terkait di lapangan hendaknya :
1. peta kerja (untuk suryevor) yang akan dipersiapkan benar-benar peta yang akurat. Peta yang menggambarkan kondisi lapangan, terutama kebenaran skala dan kontur.
2. perancang kerja lapangan hendaknya orang yang mengerti/memahami kondisi lapangan yang akan di survey. Ini penting untuk menentukan jumlah tenaga kerja dan prakiraan waktu kerja untuk menyelesaikan sejumlah titik ukur tertentu. Semua orang bisa merancang kerja lapangan, tetapi tidak semua yang mengerti seluk-beluknya.
Pengalaman kami dengan 1 regu = 5 tenaga kerja (3 orang labor) diminta untuk menyelesaikan pengukuran 75 titik dalam 2 minggu (15 hari) adalah suatu yang mustahil, tidak wajar. Menurut perhitungan kami berdasarkan kondisi lapangan yang ada (bahkan sebelumnya sudah saya diprakirakan), 75 titik tsb akan dapat diselesaikan selama lebihkurang 37 hari kerja efektif dengan catatan : (1) per-hari sekitar 1-2 titik, (2) jarak antara 2 titik sejauh 650 meter, (3) lapangan bergelombang hingga bergunung. Besar kelerengan yang pernah kami ukur sampai lebihkurang 70deg atau 156%. Catatan : sudut 45deg = 100%. Perlu digaris-bawahi bahwa ini hanya untuk pengukuran pancang, tiang dan pohon; belum termasuk slope, tanah dan lainnya. Kesimpulan pemikiran kami bahwa 3 hari hanya mampu menyelesaikan 2 titik.
3. GPS yang akan digunakan hendaknya telah teruji untuk di bawah tegakan (hutan rimba).
Pengalaman kami : pernah terjadi arah utara pada GPS berlawanan arah 180deg dengan kompas tangan. Kami memutuskan waktu itu adalah arah utara kompas yang lebih dipercaya. Utara GPS hanya dapat dipercaya saat awal pencarian titik. Itupun tidak berada di bawah tegakan.
4. perlu tim khusus untuk observasi lapangan atau paling tidak mencari informasi lapangan dari orang-orang surveyor perusahaan; sehingga tidak terjadi kekeliruan dalam merancang kedudukan titik pengamatan (plot contoh). Sebagai contoh : titik (plot contoh) berada di atas gunung batu Bondang, Kalimantan Tengah (info regu lainnya). Apakah titik tsb mau dipindahkan atau diabaikan?
5. untuk survey yang memerlukan waktu lama (misal diprakiraan 1 bulan atau lebih) diperlukan base camp. Karena a.l. semua barang konsumsi tidak mungkin sekaligus dibawa semuanya mengingat survey dengan cara flying camp. Bila ada kecelakan atau sakit lebih cepat ditangani. Juga tidak rugi rasanya bila sedikit menyisihkan dana untuk asuransi jiwa.
C. Hati yang tergugah
1. di harapkan IHMB dalam perjalanannya memberikan manfaat kepada semua pihak, termasuk kelestarian hutan kita. Salahkan diri kita, bila IHMB berjalan tidak mulus, tidak seperti yang diharapkan. Jangan salahkan system. IHMB produk kita. Jangan dibolak-balik. Sudah terlalu banyak pengalaman kita pada pelaksanaan TPI dan TPTI.
2. perancang kerja lapangan hendaknya memang benar-benar orang yang membidanginya. Sehingga kelemahan-kelemahan yang mungkin terjadi di lapangan tidak menggelitik hati. Paling tidak sebelumnya sudah di antisipasi.
3. Aku masih ragu IHMB dengan P.33/Menhut-II/2009 (23 Mei 2009) (sebelumnya P.34/Menhut-II/2007, 24 Agustus 2007; tidak berlaku lagi) dapat berjalan mulus. Kita tunggu dan aku menunggu keraguan ku tsb terbukti, bahwa pasti masih ada revisi ulang. Mengapa? Karena masih banyak yang perlu dibenahi, antara lain :
a. siapa pun yang membaca P.33/Menhut-II/2009, bahwa isi IHMB masih bercorak penelitian dan inventarisasi hutan makin dipersulit.
b. kata “menyeluruh” tidak sesuai. Apanya yang menyeluruh. Vegetasi pohon OK menyeluruh, tanah hanya tektur dan lereng, air (sungai) dipertanyakan, fauna dipertanyakan. Datapun masih berupa sample.
Saya tidak berharap bahwa pengalaman dan pemikiran ini menjadi masukkan Departemen Kehutanan. Saya hanya berharap agar aturan-aturan yang dikeluarkan Departemen Kehutanan lebih banyak membaca/memahami kondisi lapangan (kesulitan dan kemudahan). Teori perlu, namun bagaimana aplikasi lapangannya apakah wajar. Ketidak-wajaran aplikasi lapangan sama artinya secara tidak langsung mengundang kebohongan. Kalau dipaksakan tentu kita akan tahu semua bagaimana hasilnya. Disamping itu perlu diingat bahwa manusia lebih pandai dari komputer, tidak sebaliknya.
Salam Rimbawan
A2Karim
- Benefits (1)
- Bud (1)
- Characteristic (4)
- Correction Form (1)
- Distribution (4)
- Enrichment (1)
- Fertilization (1)
- Field findings (4)
- Formula (3)
- Generatif (1)
- Germination (2)
- Growth (6)
- Habitat (3)
- Liming (1)
- Location Study (1)
- Measurement (1)
- Nutrient (1)
- Potency (2)
- Research (7)
- Seedbed (1)
- Soil (1)
- Species (4)
- Thought (3)
- Thoughts (1)
- Vegetatif (2)
- Weaning (1)
Followers
Blog Archive
* Red Betel Culti-
* Vol. Form- Tree
* Kajian Fak. Bentuk
* Persemaian
* Galam Cajuputi
* Ramin Tanpa Nia
* Anakan Ulin
* Lbds KB Smalian
* Jelajah Balai Gajah
* Enri- efforts Ulin
* Control of Inorg-
* Angkis Meratus
* Mengenal Ulin Sirap
* Potensi Hutan Galam di Pemko Banjarbaru
* Spiegel : Adjustment formula Diameter
* Kemampuan Hidup dan Pertumbuhan Semai Ulin
* Fakultas Kehutanan UnLaM
* Vol. Form- Tree
* Kajian Fak. Bentuk
* Persemaian
* Galam Cajuputi
* Ramin Tanpa Nia
* Anakan Ulin
* Lbds KB Smalian
* Jelajah Balai Gajah
* Enri- efforts Ulin
* Control of Inorg-
* Angkis Meratus
* Mengenal Ulin Sirap
* Potensi Hutan Galam di Pemko Banjarbaru
* Spiegel : Adjustment formula Diameter
* Kemampuan Hidup dan Pertumbuhan Semai Ulin
* Fakultas Kehutanan UnLaM
My Course
Test/Res/Pract
Scientific Work
* editng *
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment